Penyakit yang Mengundang Kesepian



Saat liburan ke Bandung aku bahagia karena bisa pergi ke Trans Studio Bandung. Namun, rasa bahagiaku berganti dengan rasa sedih melihat kakak perempuan sepupuku sakit. Aku menjadi perawat dadakan baginya. Kakakku terkena penyakit cacar air. Padahal Kakakku sudah berkepala dua, umurnya 23 tahun. Sebenarnya aku merasa kasihan dengan Kakakku, sudah dewasa baru terkena cacar. Aku juga cemas kalau aku tertular penyakit cacar. Tapi, semoga saja aku tidak tertular. Setelah liburan selesai, aku pulang ke Banjarnegara dan mulai beraktivitas seperti biasa.
Namun rasa kecemasanku berubah menjadi kenyataan. Dua minggu setelah liburan selesai, penyakit itu datang. Di tahun 2015 ini, bertepatan setelah dua minggu aku berusia 17 tahun. Saat itu aku bersiap pergi sekolah, kulihat ada sesuatu berbentuk bintik di perutku ketika aku berkaca di depan cermin. Seketika itu aku panik dan mengadu pada Ibu dan Adikku.
Mbak Tifa benjolan apa itu, jangan-jangan Mbak kena penyakit cacar air wah bahaya,ujar adikku.
Ya ampun nggak mungkin, aku juga sehat-sehat saja,jawabku.
Beneran Mbak itu benjolan memang cacar.
Iya Mbak nggak usah sekolah, istirahat di rumah nanti sore berobat,ujar ibuku menasihati.
Tapi Bu aku mau sekolah.
Akhirnya dengan berat hati aku pergi sekolah. Dengan menyimpan rahasia penyakit cacarku. Namun ternyata kondisi tubuhku saat di sekolah memburuk. Badanku panas, tubuhku rasanya nyeri semua dan kepalaku pusing. Saat aku ke kamar mandi, aku benar-benar panik. Benjolan berwarna transparan dan seolah ada air di dalamnya semakin bertambah banyak. Aku pasrah. Hariku terasa berat dan waktu berjalan sangat lambat. Ingin rasanya aku pulang dan berobat. Sampai akhirnya bel tanda pulang sekolah berbunyi. Segera aku berlari ke luar kelas dan menuju tempat parkir. Kupacu sepeda motorku dengan sedikit tergesa-gesa.
Sorenya aku pergi ke dokter. Beliau memeriksaku dengan teliti.
Keluhannya apa Mbak?” tanya dokter dengan muka ramah.
Kayaknya saya terkena cacar Dok,jawabku.
Coba berbaring,kata dokter. Aku menurut. Dokter menggunakan alat berwarna hitam dan menarik lengan kananku. Lengan kananku diselimuti plester. Dokter menekan semacam pompa yang terdapat di ujung alat. Ternyata tekanan darahku normal.
Hmm,gumam dokter. Kemudian dokter menyuruhku untuk duduk dan memberikan alat termometer dan ditaruh di ketiakku. Selang lima menit aku melepas termometer itu.
Ini Bu,kataku.
Suhu tubuhnya 38,5°C Mbak,ujar dokter.
Ya ampun panas banget Dok,kataku. Kemudian dokter menuliskan resep obat untukku.
Dok, kalau kena cacar boleh mandi?tanyaku
Boleh, tapi pakai air hangat. Yang penting dikasih antiseptik airnya. Jangan sampai cacarnya pecah. Itu yang nggak boleh,jawab dokter. Hatiku pun tenteram. Ternyata dugaan Kakekku salah, orang sakit cacar boleh mandi.
Setelah selesai berobat, aku pulang. Aku dijejali lima jenis obat yang harus rutin diminum. Untuk mengempeskan benjolan yaitu dengan dioles salep Acyclovir lima kali sehari, ditambah dengan bedak Salicyl untuk meringankan rasa gatal. Dengan berbekal obat-obatan itu aku berperang melawan cacar.
Keesokan harinya, aku masih kuat berangkat sekolah. Kupaksa diriku sekolah karena hari itu adalah hari praktik pidato dan menyanyi. Namun keadaanku melemah, aku terbaring di Uks.
Ayo Mut aku antarkan ke UKS,ajak Deska temanku.
Nggak Des, aku di kelas saja.
Muka kamu pucat gitu kok,Akhirnya aku pasrah dan mengikuti saran Deska untuk istirahat di UKS. Terbaring di atas kasur membuat hatiku mengerang. Kenapa aku sakit di saat seperti ini. Ingin rasanya aku menangis, tapi air mataku tak kunjung turun.
Pulang dan bertemu keluarga adalah hal yang mendorongku untuk sembuh. Terutama Ibuku, yang selalu merawatku dengan telaten. Kondisi tubuhku yang lemah memaksaku tak menghadiri sekolah. Teman-teman sekelas tidak tahu aku sakit apa, bahkan aku tak mau mereka tahu. Setelah tiga hari aku tidak berangkat sekolah, teman-temanku penasaran aku terkena penyakit apa. Karena dua teman baikku yaitu Arif dan Didi, semua teman sekelas mengetahui penyakitku. Dua temanku itu menjengukku setelah mereka pulang sekolah. Agak memalukan memang, tapi mau bagaimana lagi.
Kejadian tak terduga menimpaku. Aku sakit bertepatan dengan hari pemotretan untuk foto buku tahunan kelas dua belas . Itu terjadi setelah aku tidak masuk selama tiga hari. Yang aku takutkan adalah saat foto individu, wajahku lumayan penuh dengan bintik-bintik cacar. Reaksi penyakit cacar memang hebat. Walaupun cacarnya tidak pecah, penyakitnya bisa menyebar lewat cairan tubuh. Aku berangkat untuk foto buku tahunan dengan mobil Syahma. Bersama dengan Arif, Diah, dan Niken. Untung saja keadaanku sudah baikan. Sudah tidak demam dan pusing lagi. Cuma benjolan cacarnya belum sepenuhnya kering. Senang rasanya bertemu dengan teman-teman kelasku lagi. Namun kebanyakan dari mereka memasang muka seram tatkala aku tiba di tempat itu. Satu hari terasa seperti satu tahun, aku merasa diasingkan. Mungkin mereka takut tertular. Aku menyadari bahwa penyakitku memang menular. Hanya beberapa teman saja yang mengajakku mengobrol.
Gimana keadaan kamu Mut?tanya Novi.
Alhamdulillah udah baikan, Cuma nunggu cacarnya kering,jawabku.
Baguslah.
Oh iya menurut kamu mukaku kelihatan banget nggak bekas cacarnya?tanyaku
Nggak, malah seperti biasa saja,jawab Novi.
Yang benar, kalau gitu Alhamdulillah,ujarku senang.
Iya benar Mut, coba kamu bercermin,jawab Novi. Aku kemudian bercermin, dan ternyata memang benar, bekasnya tidak kelihatan. Pemotretannya berlangsung hingga siang hari. Hari berikutnya aku sekolah dan mengikuti Try Out pertama.
Namun tubuhku kembali melemah, setelah Try Out selesai aku pulang ke rumah. Hari demi hari berlalu. Kondisiku sudah benar-benar pulih. Benjolan di badanku sudah mengempes, mengering, dan akhirnya mengelupas. Yang harus aku lakukan adalah menghilangkan bekas cacarnya. Yang mengetahui kondisiku adalah diriku sendiri. Obat dari Dokter hanya sebagai perantara. Tekad yang kuat untuk sembuh adalah obat yang paling ampuh dari segalanya. Penyakit ini memang mengundang kesepian, tapi hanya sementara. Karena ada orang-orang di sekitarku yang membuatku tidak kesepian. Karena merekalah aku berhasil melewati masa-masa kesepianku. Memang benar bahwa menjadi dewasa karena pengalaman adalah sesuatu yang berharga.

Komentar

Postingan Populer