ORANG NGAPAK DI PERANTAUAN



Tulisan ini tidak bermaksud untuk menghina atau menyudutkan suatu pihak, tetapi ini hanya curcol seorang mahasiswi yang sedang merantau di kota orang. Sebenarnya sudah hampir satu bulan aku berkuliah di Semarang, tepatnya di Universitas Diponegoro. Aku kuliah di jurusan S-1 Administrasi Publik. Walapun baru seumur jagung pengalamanku tinggal disini, tetapi sudah banyak kejadian yang kualami sebagai orang ngapak. Asalku dari Banjarnegara dan bahasa dialek jawa daerahku adalah dialek ngapak. Walaupun negara ini banyak keanekaragaman bahasa. Tapi, kesohoran bahasa ngapak sudah ada sejak zaman dahulu. Karena keunikan bahasa ngapak, sering kali menjadi bahan tertawaan orang lain. Dan aku mengalaminya sendiri, ini menjadi beban berat bagiku, karena melestarikan bahasa ngapak di perantauan merupakan hal yang sulit.
Setiap aku berbicara dengan orang dari daerah lain, pasti ada saja yang menertawaiku. Pernah ada suatu kejadian di awal pertemuan seluruh anggota jurusan , terdapat sesi perkenalan diri. Saat tiba giliranku, aku memperkenalkan diriku dengan biasa, tetapi teman-teman yang sudah mengenalku mengatakan “Kamu medhok banget si bicaranya”. Aku tak menjawab ocehan mereka, dan hanya bisa bersabar. Perjuangan lainnya bagi diriku adalah saat ditanya daerah asal, pasti saat lawan bicara mendengar kata “Banjarnegara” mereka langsung berkata “Oh kamu ngapak ya”. Kemudian ada kejadian di ruang kelas. Ketika dosen berkeliling menanyakan perihal kekuasaan negara, tiba-tiba saja dosen itu bertanya padaku. Saat itu aku menjawab dengan apa adanya. Dosen itu malah balik bertanya “Kamu orang Tegal ya Mbak?”. Aku hanya bisa tersenyum sembari menjawab. “Bukan Bu, saya orang Banjarnegara”. “Oh ya pantas, kan sama-sama ngapak, wes kencot mbak, ws mbadhuk?”. Aku tak tahu arti kata itu, karena itu ngapaknya orang Tegal. Aku hanya bisa tersenyum, dan dosen tersebut malah membicarakan bahasa ngapak dan seisi kelas tertawa semua.
Ada orang yang malu dengan bahasa ibunya sendiri, yaitu mengganti bahasa ngapak dengan bahasa Indonesia, kemudian mencoba menutupi identitas asli mereka. Menganggap bahwa berbicara dengan bahasa ini adalah hal yang rendahan. Bahkan, ada kakak tingkat yang sejurusan denganku berkata, “Aku orang Cilacap, tapi aku nggak ngapak seperti kalian lho”. Sebenarnya dimana letak kesalahan dan kelucuan bahasa ini. Bicara sedikit diketawain, nimpalin sedikit diketawain, terus maunya apa. Memangnya orang Jawa yang bahasanya Wetan juga nggak mbandhek ya?. Bukankah mereka terkadang bicara bahasa Indonesia dengan logat Jawa Wetannya. Tetapi kenapa hanya orang ngapak yang ditertawakan ketika bicara bahasa Indonesia menggunakan logat Jawa.
 Berinteraksi dengan orang lain, tidak didasarkan pada latar belakang bahasanya. Bukankah semboyan negara ini adalah “Bhineka Tunggal Ikha”. Walaupun berbeda-beda, tetapi tetap satu jua. Sudah sangat jelas bahwa negara ini berbeda budaya atau bahasa maka harus saling bersatu. Dimana pun kita berada kita harus bangga dengan asal-usul kita. Jangan pernah berpikir bahwa suatu bahasa atau budaya ada yang lebih hebat dari yang lain. Derajat kita itu sama, yaitu sama-sama rakyat Indonesia. Untuk sebagian orang yang menganggap dialek ngapak itu lucu dan rendahan, cobalah bercermin pada diri sendiri. Apakah anda sekalian sudah sempurna sebagai rakyat Indonesia yang menjunjung tinggi    penghormatan dan penghargaan bagi kebudayaan orang lain.

Komentar

  1. Nyong 5 taun nang bandung ya ayem baen, ndopok karo wong kene ya sunda (sunda medhok), ketemu bala sekang cilacap/banyumasan ya mbalek ngapak2, :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Thanks For Reading :) and Please Leave your Comment :)

Postingan Populer